Peri Kecilku
By : fearda “fla”
Waktu sore menjelang,aku duduk diteras depan
rumah. Aku termenung teringat masa-masa kemarin besama putriku namanya aura
kasih, dia adalah putriku yang sangat aku sayangi. Namun, tiga hari yang lalu
dia talah meninggalkanku untuk selamanya. Padahal baru seminggu keinginannya
menjadi santriwati tercapai. Aku teringat ketika dulu aura meminta untuk
tinggal dsipesantren.
“Ayah… Aura tinggal dipesantren saja yach.”
“Terserah Aura saja dech. Ayah ikut maunya
aura.”
Putriku yang satu ini memang sosok yang ceria
dan sholehah. Setiap malam aura selalu membangunkan aku dan valen kakaknya
untuk malaksanakan sholat malam, lalu mengajak membaca Al–Qur’an bersama. Itulah sebabnya keinginannya untuk tinggal dipesantren aku setujui, meski aku
merasa berat hati melepasnya jauh dariku, tapi itulah mimpinya dari dulu.
Seminggu lalu aku mengantarkannya ke
pesantren. Dengan berat hati dan sedih aku merelakan putriku tinggal disana dan
jauh dariku. Sebelum aku pergi aku sempat berbicara kepada putri kecilku.
“jaga diri baik-baik yach, sayang.”
“iya ayah. Jangan lupa tetap rajin sholat
malamnya. Meskipun aura tidak membangunkan ayah dan kak valen lagi.”
“tentu saja. Ayah pasti tetap rajin”
Beberapa hari Aura dipesantren, aku
menjenguknya dengan valen untuk melihat keadaannya. Aku tak menyangka hari itu
adalah hari terakhir aku melihat wajah ceria Aura. Karena dua hari sesuai aku
datang menjenguknya, Aura telah tiada. Putriku meninggal dunia saat melaksanakan
shalat malam. Sebelumnya disaat aku menjenguknya, Aura sempat berkata kepadaku
danValen. Mungkin ucapannya adalah tanda-tanda dia akan pergi.
“Ayah… Aura pengen menjadi seorang peri.”
“lho…? (ucapku dengan heran)”
“Aura pengen jadi peri yang punya sayap
supaya bisa terbang dan bertemu Bunda. Agar bunda tidak merasa sepi dan sendiri
disana.”
“Aura… B unda tidak akan merasa sepi disana.
Karena Bunda adalah wanita yang sholehah, baik hati dan rajin sholat malam seperti
Aura. Allah pasti menjaganya dengan tenang. Aura berdo’a saja kepada Allah
supaya bunda bahagia disana.”
Saat aku dsan valen mau pulang, Aura masih
sempat berbisik ditelingaku
“Aura sayang banget sama ayah. Jaga diri ayah
baik-baik yach. Jika Aura menjadi peri, Aura akan terbang sebentar menemui bunda.”
Akupun tersenyum mendengarnya.
Lalu, Aura juga berbisik ditelinga valen
“kak, jagain ayah dengan baik yach, doakan
agar Aura bias mewujudkan impian Aura menjadi peri.”
Kata-kata itu adalah kata-kata terakhir untuk
aku dan valen dsari Aura. Itulah sebabnya, sekarang aku memanggil peri kecilku.
Setelah itu, tiga hari yang lalu ketua yayasan pesantren menelpon dan berkata
bahwa peri kecilku telah meninggal dunia. Peri kecilku telah pergi untuk
selamanya.
Hari menjelang gelap, lamunanku terhenti oleh
kehadiran valen yang memintaku untuk masuk kerumah karena kondisi kesehatanku
yang kurang baik, aku masih syok dan tak percaya dengan kepergian Aura secepat
ini.
“Ayah… Aura pasti pasti bahagia karena
impiannya menjadi peri tercapai.”
“Iya peri kecilku pasti tersenyum ceria.”
“tapi Aura akan sedih jika melihat kondisi
kesehatan ayah melemah karena ayah dari
kemaren tidak makan dan minum obat.”
“benar valen, Aura pasti sedih melihat sikap
ayah begini”
“jadi sekarang ayah makan lalu minum obat
yach. Tenanglah Ayah, Aura akan bahagia dan tenang disana. Dia anak yang
sholehah seperti bunda dan pasti Allah menjaganya.”
“mungkin karena Aura yang baik dsan sholehah
Allah sangat menyayanginya melebihi ayah.”
“Semoga Aura dan bunda bisa tenang disisi
Allah. Dan ayah harus bisa rela dan ikhlas melepas kepergian Aura.”
Aku
menangis dan berkata
“kenapa Allah begitu cepat membawa peri kecil
ayah…?”
Lalu aku memeluk valen yang juga ikut
menangis. Aku melihat ke langit dan melihat bayangan wajah ceria peri kecilku
yang tersenyum memandangku.

