Ketika Tuhan
Melirik Sang Supir
Kusmianto
Suprobo, orang Surabaya ini lahir pada 8 september 1984. Jama’ah ngaji Hikam,
Healing hailalah, dan Tafsir qur’an PENUs MTI al Ibadah al Islami Suroboyo ini
bekerja sebagai sopir pribadi Kepala Dinas Pendidikan Surabaya. Cak Probo
sekarang dengan yang dulu berbeda. Ia bisa merasakan kahadiran sang ilahi,
ketika bekerja ia mengalami lakalantas yang hebat. Tapi masih di karuniai
keselamatan.
Hidup
5 bersaudara , si bungsu “Bedon” (panggilan cak Probo dulu di keluarga). Ketika
berumur 16 tahun ayah wafat. Selang 3 tahun sang ibu pun menyusul kepergian
sang ayah. Setelah lulus SMK, memiliki keinginan bagaimana pun harus bekerja.
Hingga akhirnya diterima bekerja sebagai cleaning service. Tak lama bekerja
sekitar 3 minggu cak Probo dipecat. Nganggur beberapa minggu. Tetangga yang
ngontrak di belakang rumah memberi tahu bahwa ada lowongan kerja di toko yang
juga merupakan ekpedisi pengiriman barang dalam kota, antar kota, antar
propinsi, dan antar pulau. Dicobalah untuk melamar bekerja. Dengan berpakaian
rapi. Ia menghadap pemilik toko. Ta Cie atau bos pemilik toko memintanya untuk
datang besok bekerja dengan pakaian yang biasa saja. Esok harinya ia terkejut ,
nggak tahunya ternyata jadi kuli, disuruh angkat-angkat box yang berisi telur
ke truk. Beberapa bulan bekerja ia diminta untuk menjadi kernet truk pengiriman
barang. Dari toko ke peternakan hingga ke toko lagi. Beberapa minggu kemudian
disuruh untuk ikut mengirim barang ke Banjarmasin.
Minggu
berikutnya berangkat lagi. Ketika selesai mengirim, para sopir berkumpul berpesta
miras dan main perempuan. Ini merupakan dunia baru bagi cak Probo, dunia yang
sangat menakutkan, dimana 180° jauh dari kebaikan. Cak Probo hanya bisa diam.
Tak berani melakukan apapun. Cak Probo lebih memilih tidur sendiri di dalam
mobil. Beradaptasi dengan lingkungan kerja, ia berprinsip “urusanku-urusanku,
urusanmu-urusanmu”.
Ditawari
untuk belajar mengemudi truk, cak Probo menolak dengan alasan tidak mau menjadi
sopir. Sopir tetep menawarkan untuk belajar, “jadi sopir atau tidak itu
urusan belakangan, yang penting kamu belajar dulu”. Akhirnya ia menerima
tawaran tersebut. 30 % cak Probo bisa menyetir. Setahun kemudian, cak Probo dipercaya
menyetir mobil box. Diangkat menjadi sopir truk lintas kota. Selang beberapa
bulan mulai mengirim keluar pulau. Kondisi cak Probo yang berprofesi sopir. membuatnya
sulit untuk solat. Dalam hati ingin solat. Tapi ia masih belum bisa melakukan.
Mendapat
tugas mengirim barang selama satu bulan di kalimantan, terjadi insiden. mobilnya
terbalik. Akibat kelelahan dan mengantuk karena satu bulan ia menyopir. Muatan
yang dibawanya hancur, tapi alhamdulillah karena do’a orangtua ia dan
kernet serta truknya tidak seberapa parah. Ia kirimkan barang tersebut dengan
kondisi yang rusak, akibat lakalantas yang ia alami. Bos mengetahui kabar
tersebut. Tapi masih belum di pulangkan. Akhirnya dua minggu kemudian, musibah hebat menimpanya lagi, truk terbalik.
Yang dirasakan cak Probo sepertinya sudah tidak mau hidup. Beban yang yang cak
Probo rasakan sangat berat, barang yang ia bawa bernilai ratusan juta. Tapi ia
sudah tidak memikirkan beban tersebut, yang ia fikirkan hanya Alloh masih
sayang kepadanya masih diberi hidup dan tidak cacat sama sekali. Cak Probo
mulai bisa merasakan kehadiran sang ilahi dihatinya
Setiap
harinya gajinya dipotong sepuluh ribu. Ia menjalani sanksi dan tidak berfikir
untuk lari, karena itu merupakan tanggung jawabnya. Dua tahun kemudian kakak
perempuan pertamanya mulai prihatin dengan kondisi yang pulang kerja malam
badan tidak terawat. Dikenalkanlah cak Probo dengan tetangga yang bekerja di
Dinas Pendapatan Daerah. Kakaknya menanyakan lowongan kerja sopir. tetangganya menyampaikan
bahwa ada lowongan sopir pribadi. Cak Probo menolak, karena ia tidak suka banyak
aturan, perintah, dan harus berpakaian rapi. kakaknya memaksa, hingga akhirnya
dengan berat hati ia terima tawaran tersebut.
Berpamitan
ke bos yang sebelumnya bahwa ia mau pindah rumah ke Sumatra. Bosnya bertanya “kamu
di Sumatra kerja apa?”. Cak Probo menjawab “sopir”. Bos mengijinkan permohonannya
untuk keluar. Cak Probo pun bertanya “bagaimana dengan denda saya”. Bos
pun melunaskan semua hutangnya.
Ia
mulai mengganti gaya rambut dan pakaiannya. Rambutnya berubah menjadi pendek
rapi dan bersih. Minggu malamnya cak Probo di telfon tetangganya, bahwa sopir
yang dulu sudah kembali. Minta ma’aflah tetangga tersebut karena cak Probo
tidak jadi kerja. Cak Probo dengan besar hati mema’afkan tetangga tersebut.
Satu bulan kemudian ia bekerja di BAPEMAS(Badan Pemberdaya’an Masyarakat) sebagai
sopir truk di bagian perlengkapan dan pergudangan. Tidak lama bekerja di
BAPEMAS, ia diminta untuk menjadi sopir Kepala Dinas Pendidikan.
Cak
Probo diajak pak Ikhsan(Kepala Dinas Pendidikan) untuk ikut hailalah di Tambak
Bening. Cak Probo bingung, karena banyak orang yang dzikir dan do’a yang cak
Probo sebelumnya tak pernah tahu. ia tak percaya diri karena tidak mengerti apa
yang diucapkan, cak Probo hanya duduk. Ketika pulang ia heran, karena melihat
ada orang yang ketika salaman tangannya dicium bolak balik. Sedangkan ia tak
pernah tahu sebelumnya. Tak pernah mencium tangan seperti itu dan belum pernah
kenal kiai sebelumnya, karena ikut orang-orang, cak Probo pun mencium tangannya
meski dalam hati sebenarnya ingin berjabat tangan biasa. Mulai dari situ, cak
Probo mulai mengenal kiai.
Setiap
bulan puasa di rumah pak Ikhsan diadakan solat tarowih berjama’ah yang disitu
juga ada santri pondok Tambak Bening, mulai dari situ cak Probo akrab dengan
para santri pondok dan belajar tentang agama. ia disarankan untuk ikut ngaji di
pondok. Beberpa kali cak Probo datang ke pondok selalu tidak jadi, hingga pada
suatu hari, ia memberanikan diri untuk ngaji Hikam. Banyak perubahan
yang ia rasakan, sejak rutin ikut pengajian. Mulai dari pikiran, pandangan, dan
pakulinan keseharian. Mulai biasa solat lima waktu meski bolong-bolong.
Dengan dibimbing teman-teman pondok, cak Probo semakin termotivasi untuk
semakin baik dalam beribadah.
Banyak
hal yang didapat dari sang guru ngaji. Misal ketika mengantar guru ke daerah
Tuban, acara reuni keluarga sang guru. ketika bersalaman antara laki-laki dan
perempuan tidak bersentuhan tangan atau berjabat tangan pada umumnya. Cak Probo
kagum betapa indahnya antara bukan mahrom tidak bersentuhan. Ia praktikkan
di Surabaya, malah di anggap aneh oleh teman-temannya. Karena bingung, cak
Probo pun bertanya kepada sang guru. Dari gurunya memberikan jawaban “biarlah
anjing menggonggong, kafilah berlalu.tetap kamu berjalan keyakinanmu”.
Pencarian
jodoh, sang guru menyarankan istikhoroh. Perempuan pertama dari sidoajo, ia
guru les kumon di Ketintang. Merasa tidak cocok, karena selalu ditekan. Selanjutnya
guru agama juga tidak bisa lanjut. Perempuan ketiga cak Probo merasa nyaman, karena
lebih sabar. Cak Probo minta istikhoro kepada sang guru.
Ditunggu
satu minggu, ketika ngaji hikam sang guru nyeblek dan memberi
tahu bahwa “wes nang cepet, nang jupuk’en”. Selang beberapa bulan
menikalah cak Probo. Ia bersyukur di anugerahi istri yang baik dan jarang
sekali keluar rumah. Ia teringat ngaji tafsir qur’an, bahwa jodoh itu cermin
diri. Siapa yang menanam pasti memanen. Ketika kita menanam keburukan kita akan
memanen keburukan. Banyak perubahan pada cak Probo setelah menikah. Solat
semakin rajin.
Banyak
pelajaran hidup yang di peroleh cak Probo ktika ngaji di pondok Tambak Bening, hatinya
semakin tertata. Bahkan puasa dawud menjadi pakulinannya dengan
istri, demi ingin menata hati dan menjadi insan yang lebih baik lagi. ia
percaya takdir kehidupan Alloh yang mengatur. Kita sebagai manusia hanya bisa
ikut seperti halnya wayang yang dikendalikan dalang. Ia di jungkir-balikan,
dibuang itu apa kata dalang, hanya mengikuti apa kata dalang. Ia ingin seperti sang
guru, masalah sekecil apa pun selalu disandarkan kepada Alloh.
0 komentar :
Posting Komentar