Rabu, 28 September 2016

Ketika Tuhan Melirik Sang Supir



Ketika Tuhan Melirik Sang Supir
Kusmianto Suprobo, orang Surabaya ini lahir pada 8 september 1984. Jama’ah ngaji Hikam, Healing hailalah, dan Tafsir qur’an PENUs MTI al Ibadah al Islami Suroboyo ini bekerja sebagai sopir pribadi Kepala Dinas Pendidikan Surabaya. Cak Probo sekarang dengan yang dulu berbeda. Ia bisa merasakan kahadiran sang ilahi, ketika bekerja ia mengalami lakalantas yang hebat. Tapi masih di karuniai keselamatan.
Hidup 5 bersaudara , si bungsu “Bedon” (panggilan cak Probo dulu di keluarga). Ketika berumur 16 tahun ayah wafat. Selang 3 tahun sang ibu pun menyusul kepergian sang ayah. Setelah lulus SMK, memiliki keinginan bagaimana pun harus bekerja. Hingga akhirnya diterima bekerja sebagai cleaning service. Tak lama bekerja sekitar 3 minggu cak Probo dipecat. Nganggur beberapa minggu. Tetangga yang ngontrak di belakang rumah memberi tahu bahwa ada lowongan kerja di toko yang juga merupakan ekpedisi pengiriman barang dalam kota, antar kota, antar propinsi, dan antar pulau. Dicobalah untuk melamar bekerja. Dengan berpakaian rapi. Ia menghadap pemilik toko. Ta Cie atau bos pemilik toko memintanya untuk datang besok bekerja dengan pakaian yang biasa saja. Esok harinya ia terkejut , nggak tahunya ternyata jadi kuli, disuruh angkat-angkat box yang berisi telur ke truk. Beberapa bulan bekerja ia diminta untuk menjadi kernet truk pengiriman barang. Dari toko ke peternakan hingga ke toko lagi. Beberapa minggu kemudian disuruh untuk ikut mengirim barang ke Banjarmasin.
Minggu berikutnya berangkat lagi. Ketika selesai mengirim, para sopir berkumpul berpesta miras dan main perempuan. Ini merupakan dunia baru bagi cak Probo, dunia yang sangat menakutkan, dimana 180° jauh dari kebaikan. Cak Probo hanya bisa diam. Tak berani melakukan apapun. Cak Probo lebih memilih tidur sendiri di dalam mobil. Beradaptasi dengan lingkungan kerja, ia berprinsip “urusanku-urusanku, urusanmu-urusanmu”.
Ditawari untuk belajar mengemudi truk, cak Probo menolak dengan alasan tidak mau menjadi sopir. Sopir tetep menawarkan untuk belajar, “jadi sopir atau tidak itu urusan belakangan, yang penting kamu belajar dulu”. Akhirnya ia menerima tawaran tersebut. 30 % cak Probo bisa menyetir. Setahun kemudian, cak Probo dipercaya menyetir mobil box. Diangkat menjadi sopir truk lintas kota. Selang beberapa bulan mulai mengirim keluar pulau. Kondisi cak Probo yang berprofesi sopir. membuatnya sulit untuk solat. Dalam hati ingin solat. Tapi ia masih belum bisa melakukan.
Mendapat tugas mengirim barang selama satu bulan di kalimantan, terjadi insiden. mobilnya terbalik. Akibat kelelahan dan mengantuk karena satu bulan ia menyopir. Muatan yang dibawanya hancur, tapi alhamdulillah karena do’a orangtua ia dan kernet serta truknya tidak seberapa parah. Ia kirimkan barang tersebut dengan kondisi yang rusak, akibat lakalantas yang ia alami. Bos mengetahui kabar tersebut. Tapi masih belum di pulangkan. Akhirnya dua minggu kemudian,  musibah hebat menimpanya lagi, truk terbalik. Yang dirasakan cak Probo sepertinya sudah tidak mau hidup. Beban yang yang cak Probo rasakan sangat berat, barang yang ia bawa bernilai ratusan juta. Tapi ia sudah tidak memikirkan beban tersebut, yang ia fikirkan hanya Alloh masih sayang kepadanya masih diberi hidup dan tidak cacat sama sekali. Cak Probo mulai bisa merasakan kehadiran sang ilahi dihatinya
Setiap harinya gajinya dipotong sepuluh ribu. Ia menjalani sanksi dan tidak berfikir untuk lari, karena itu merupakan tanggung jawabnya. Dua tahun kemudian kakak perempuan pertamanya mulai prihatin dengan kondisi yang pulang kerja malam badan tidak terawat. Dikenalkanlah cak Probo dengan tetangga yang bekerja di Dinas Pendapatan Daerah. Kakaknya menanyakan lowongan kerja sopir. tetangganya menyampaikan bahwa ada lowongan sopir pribadi. Cak Probo menolak, karena ia tidak suka banyak aturan, perintah, dan harus berpakaian rapi. kakaknya memaksa, hingga akhirnya dengan berat hati ia terima tawaran tersebut.
Berpamitan ke bos yang sebelumnya bahwa ia mau pindah rumah ke Sumatra. Bosnya bertanya “kamu di Sumatra kerja apa?”. Cak Probo menjawab “sopir”. Bos mengijinkan permohonannya untuk keluar. Cak Probo pun bertanya “bagaimana dengan denda saya”. Bos pun melunaskan semua hutangnya.
Ia mulai mengganti gaya rambut dan pakaiannya. Rambutnya berubah menjadi pendek rapi dan bersih. Minggu malamnya cak Probo di telfon tetangganya, bahwa sopir yang dulu sudah kembali. Minta ma’aflah tetangga tersebut karena cak Probo tidak jadi kerja. Cak Probo dengan besar hati mema’afkan tetangga tersebut. Satu bulan kemudian ia bekerja di BAPEMAS(Badan Pemberdaya’an Masyarakat) sebagai sopir truk di bagian perlengkapan dan pergudangan. Tidak lama bekerja di BAPEMAS, ia diminta untuk menjadi sopir Kepala Dinas Pendidikan.
Cak Probo diajak pak Ikhsan(Kepala Dinas Pendidikan) untuk ikut hailalah di Tambak Bening. Cak Probo bingung, karena banyak orang yang dzikir dan do’a yang cak Probo sebelumnya tak pernah tahu. ia tak percaya diri karena tidak mengerti apa yang diucapkan, cak Probo hanya duduk. Ketika pulang ia heran, karena melihat ada orang yang ketika salaman tangannya dicium bolak balik. Sedangkan ia tak pernah tahu sebelumnya. Tak pernah mencium tangan seperti itu dan belum pernah kenal kiai sebelumnya, karena ikut orang-orang, cak Probo pun mencium tangannya meski dalam hati sebenarnya ingin berjabat tangan biasa. Mulai dari situ, cak Probo mulai mengenal kiai.
Setiap bulan puasa di rumah pak Ikhsan diadakan solat tarowih berjama’ah yang disitu juga ada santri pondok Tambak Bening, mulai dari situ cak Probo akrab dengan para santri pondok dan belajar tentang agama. ia disarankan untuk ikut ngaji di pondok. Beberpa kali cak Probo datang ke pondok selalu tidak jadi, hingga pada suatu hari, ia memberanikan diri untuk ngaji Hikam. Banyak perubahan yang ia rasakan, sejak rutin ikut pengajian. Mulai dari pikiran, pandangan, dan pakulinan keseharian. Mulai biasa solat lima waktu meski bolong-bolong. Dengan dibimbing teman-teman pondok, cak Probo semakin termotivasi untuk semakin baik dalam beribadah.
Banyak hal yang didapat dari sang guru ngaji. Misal ketika mengantar guru ke daerah Tuban, acara reuni keluarga sang guru. ketika bersalaman antara laki-laki dan perempuan tidak bersentuhan tangan atau berjabat tangan pada umumnya. Cak Probo kagum betapa indahnya antara bukan mahrom tidak bersentuhan. Ia praktikkan di Surabaya, malah di anggap aneh oleh teman-temannya. Karena bingung, cak Probo pun bertanya kepada sang guru. Dari gurunya memberikan jawaban “biarlah anjing menggonggong, kafilah berlalu.tetap kamu berjalan keyakinanmu”.
Pencarian jodoh, sang guru menyarankan istikhoroh. Perempuan pertama dari sidoajo, ia guru les kumon di Ketintang. Merasa tidak cocok, karena selalu ditekan. Selanjutnya guru agama juga tidak bisa lanjut. Perempuan ketiga cak Probo merasa nyaman, karena lebih sabar. Cak Probo minta istikhoro kepada sang guru.
Ditunggu satu minggu, ketika ngaji hikam sang guru nyeblek dan memberi tahu bahwa “wes nang cepet, nang jupuk’en”. Selang beberapa bulan menikalah cak Probo. Ia bersyukur di anugerahi istri yang baik dan jarang sekali keluar rumah. Ia teringat ngaji tafsir qur’an, bahwa jodoh itu cermin diri. Siapa yang menanam pasti memanen. Ketika kita menanam keburukan kita akan memanen keburukan. Banyak perubahan pada cak Probo setelah menikah. Solat semakin rajin.
Banyak pelajaran hidup yang di peroleh cak Probo ktika ngaji di pondok Tambak Bening, hatinya semakin tertata. Bahkan puasa dawud menjadi pakulinannya dengan istri, demi ingin menata hati dan menjadi insan yang lebih baik lagi. ia percaya takdir kehidupan Alloh yang mengatur. Kita sebagai manusia hanya bisa ikut seperti halnya wayang yang dikendalikan dalang. Ia di jungkir-balikan, dibuang itu apa kata dalang, hanya mengikuti apa kata dalang. Ia ingin seperti sang guru, masalah sekecil apa pun selalu disandarkan kepada Alloh.

0 komentar :

Posting Komentar